LAYANAN KONSELING PERORANGAN
Layanan Konseling
Perseorangan yaitu layanan bimbingan dan konseling yang membantu peserta didik
dalam mengentaskan masalah pribadinya melalui prosedur perseorangan.
A.
Kompetensi
Peserta pelatihan terampil
mempraktikan layanan konseling perorangan yang meliputi Perencanaan, proses
konseling, dan Penilaian dan Tindak lanjut.
B.
Uraian Materi
Praktik konseling
perorangan merupakan layanan yang diselenggarakan oleh guru Bimbingan dan
Konseling (konselor) terhadap seorang klien (dibaca: siswa) dalam rangka
pengentasan masalah pribadi klien. Dalam suasana tatap muka dilaksanakan
interaksi langsung antara klien dan konselor, membahas berbagai hal tentang
masalah yang dialami klien. Pembahasan tersebut bersifat mendalam menyentuh
hal-hal penting tentang diri klien (bahkan sangat penting yang boleh jadi
menyangkut rahasia pribadi klien) bersifat meluas meliputi berbagai sisi yang
menyangkut permasalahan klien, namun juga bersifat spesifik menuju kearah
pengentasan masalah.
1.
Tujuan Layanan Konseling Perorangan
Tujuan layanan konseling
perorangan adalah terentaskannya masalah yang dialami klien. Apabila masalah
peminatan klien itu dicirikan sebagai: (a) sesuatu yang tidak disukai adanya, (b)
suatu yang ingin dihindari, dan/atau (c) sesuatu yang dapat menghambat atau
menimbulkan kerugian dalam pilihan peminatannya, maka upaya pengenatasan
masalah klien melalui konseling perorangan akan mengurangi intensitas
ketidaksukaan atas keberadaan sesuatu yang dimaksud atau meniadakan keberadaan
sesuatu yang dimaksud, dan/atau mengurangi intensitas hambatan dan/atau
kerugian yang ditimbulkan oleh suatu yang dimaksudkan itu. Dengan layanan
konseling perorangan beban klien diringankan, kemampuan klien ditingkatkan,
potensi klien dikembangkan
2.
Fungsi
Fungsi utama layanan
konseling perorangan yang sangat dominan adalah fungsi pengentasan. Namun
secara menyeluruh fungsi konseling perorangan itu meliputi juga (1) fungsi
pemahaman, klien memahami seluk-beluk masalah yang dialami secara mendalam dan
komprehensif, serta positif dan dinamis. (2) fungsi pengentasan, Pemahaman
klien mengarah kepada dikembangkannya persepsi dan sikap serta kegiatan demi
terentaskannya secara spesifik masalah yang dialami klien. (3) fungsi
pengembangan/pemeliharaan, Pengembangan dan pemeliharaan potensi klien dan
benrbagai unsur positif yang ada pada diri klien merupakan latar belakang
pemahaman dan pengentasan masalah klien dapat dicapai. (4) fungsi pencegahan,
Pengembangan/pemeliharaan potensi dan unsur-unsur positif yang ada pada diri
klien, diperkuat oleh terentaskannya masalah merupakan kekuatan bagi tecegahnya
masalah yang sekarang dialaminya itu, serta diharapkan tercegah pula
masalah-masalah baru yang mungkin timbul. (5) fungsi advokasi. Melalui layanan
konseling perorangan klien memiliki kemampan untuk membela diri sendiri
menghadapi keteraniayaan
3.
Proses Menemukan Masalah yang Membutuhkan Layanan Konseling Perorangan
Masalah yang dialami siswa
dan membutuhkan konseling ditemukan dari hasil asesmen atau setelah ditempatkan
di peminatan tertentu siswa tidak mendapatkan kepuasan. Hasil asesmen akan
mampu menunjukkan kategori diagnostik bersangkutan dengan masalah lokus atau
tempat problem, ditinjau dari bidang masalah: kepribadian, pendidikan,
vokasional, keuangan atau kesehatan. Dan juga bersangkutan dengan masalah
beratnya gangguan klien. Apakah klien masih cukup mempunyai orientasi terhadap
kenyataan sehingga masih mampu memanfaatkan layanan konseling atau sebaliknya
memerlukan layanan psikoterapi?
Penggunaan informasi hasil
asesmen bertalian dengan pembuatan keputusan dan perencanaan yang dapat dipilah
menjadi:
a. Mengidentifikasi kemungkinan arah
tindakan
Di sini asumsinya ialah
bahwa klien tahu maksudnya apa yang dikatakan, tetapi kadang-kadang tanpa
keyakinan. “Saya tidak tahu harus berbuat apa?”. Hal ini mungkin
bersangkutan dengan masalah penentuan cara studi yang tepat di sekolah, atau
merencanakan program peminatan di SMA/SMK. Berdasarkan atas informasi hasil
asesmen yang telah diperoleh, konselor dapat “menyarankan” cara-cara bertindak
dalam studi yang lebih tepat.
b. Evaluasi dua pilihan atau lebih
Di sini klien mencari
bantuan dalam membandingkan kecocokannya antara dua macam pilihan pekerjaan
yang berbeda, atau program studi yang telah dia peroleh, atau dalam
menganalisis keuntungan relatif tinggal di peminatannya sekarang atau pindah ke
peminatan lainnya. Ditinjau dari keterlibatan unsur perasaan, evaluasi pilihan
ini dapat berada pada satu ujung sebagai proses objektif, sedangkan pada ujung
lain berada dalam konflik yang bermuatan emosi.
c.
Mengetes kecocokan pilihan, rencana, atau keputusan sementara
Klien mengemukakan
problemnya seperti “Saya pikir saya ingin menjadi …., tetapi saya tidak
yakin atau saya ragu terhadap apa yang saya pikirkan itu.” Konselor
menyadari bahwa pernyataan klien demikian itu menggambarkan rentangan kebutuhan
sesungguhnya yang luas mulai dari pilihan yang sangat realistik, yang hanya
membutuhkan sesuatu informasi, sampai kepada ujung lain yakni orang yang sangat
risau, yang mempunyai problem yang bersifat tidak realistik, dan klien tersebut
membutuhkan bantuan yang lebih bukan hanya sekadar memberikan informasi.
d. Klasifikasi dan perkembangan
konsep diri
Bagi sekolah yang melaksanakan
tes secara terprogram, sekolah memberikan tes kemampuan intelegensi, bakat, dan
tes-tes lain kepada seluruh siswa. Di sekolah, tes sering diberikan kepada para
siswa pada permulaan masuk tahun ajaran baru atau dijadikan bahan pekan
orientasi studi. Kemudian, setiap siswa mendapatkan kesempatan interview oleh
konselor mengenai hasil tes. Kecuali informasi tes digunakan untuk tujuan
pembuatan keputusan atau pengembangan minat siswa, informasi tes juga digunakan
untuk membantu membuat klasifikasi konsep diri siswa. Artinya, konselor harus
berhati-hati dalam menyampaikan hasil tes tersebut, sebab kalau salah bisa
membuat peserta didik menjadi rendah diri
Masalah yang menghambat
perkembangn peserta didik akan sangat bervariatif, baik yang barkaitan dengan
masalah pribadi, sosial, belajar, atau karier. Oleh karena keterbatasan
kematangan peserta didik dalam mengenali dan memahami hambatan dan permasalahan
yang dihadapi peserta didik, maka perlu dilakukan upaya intervensi oleh pihak
yang berkompeten, yang dalam hal ini adalah guru BK atau konselor. Guru BK atau
konselor diharapkan mengetahui keadaan dan kondisi peserta didiknya secara
mendalam. Untuk mengetahui kondisi dan keadaan peserta didik banyak metode dan
pendekatan yang dapat digunakan, salah satu metode yang dapat digunakan yaitu
studi kasus.
Studi
Kasus diadakan untuk memahami peserta didik sebagai individu dalam keunikannya
dan dalam keseluruhannya. Kemudian dari pemahaman dari peserta didik yang
mendalam, konselor dapat membantu peserta didik untuk mencapai penyesuaian yang
lebih baik. Dengan penyesuian pada diri sendiri serta lingkungannya, sehingga
peserta didik dapat menghadapi permasalahan dan hambatan hidupnya, dan tercipta
keselarasan dan kebahagiaan bagi peserta didik tersebut.
Dalam Pelaksanaan studi
kasus ada beberapa tahapan yang harus dilakukan yaitu :
1) Analisis.
Analisis adalah merupakan langkah untuk mengumpulkan informasi tentang
diri anak beserta latar belakangnya.Hal itu bertujuan untuk memperoleh
pemehamantentang diri anak dalam berhubungan dengan syarat-syarat yang
diperlukan untuk memperoleh penyesuaian diri baik untuk masa sekarang maupun
masa yang akandatang.Untuk mendapatkan data yang sebanyak-banyaknya dan dapat
dipertanggungjawabkan, maka guru mnenggunakan bermacam-macam metode diantaranya
dengan menggunakan angket, observasi, wawancara,dan lainnya.
2) Sintesis.
Sintesis adalah usaha untuk merangkum, menggolongkan dan menghubungkan
data yang diperoleh dalam tahap analisis. Dengan demikian dapat menunjukkan
keseluruhan gambaran tentang diri anak, rumusan ini bersifat ringkas dan padat.
3) Diagnosis.
Diagnosis merupakan tahap menginterpretasikan data dari suatu masalah
yang dihadapi. Rumusan diagnosis dilakukan melalui proses pengambilan atau
penarikan kesimpulan yang logis.
4) Prognosis.
Prognosis adalah langkah yang ditempuh untuk menetapkan jenis atau
tehnik bantuan yang diberikan kepada anak didik serta memprediksi kemungkinan
yang akan timbul oleh anak sehubungan dengan masalah yang sedang dialami.
5) Konseling.
Tahap ini merupakan tahap
pengembangan strategi pemecahan masalah dalam konseling. Guru membantu anak
menemukan sumber-sumber pada diri anak. Sumber-sumber lembaga dan masyarakat
guna membantu anak mencapai penyesuaian yang optimal. Melalui tahap ini guru
memberikan alternatif pemecahan masalah dengan tetap mempertimbangkan kelebihan
dari setiap alternatif yang mungkin dapat dilakukan.
6) Follow Up.
Follow up mengacu pada
segala kegiatan membantu peserta didik setelah mereka memperoleh layanan konseling,
tetapi kemudian menemui masalah baru atau munculnya kembali masalah yang
lampau.
4.
Teknis Layanan Konseling
Proses layanan konseling
perorangan berlangsung sejak konselor bertemu klien sampai diakhirinya layanan.
Proses layanan digunakan berbagai pendekatan dan teknik untuk membangun
hubungan yang intensif antara klienor dan klien. Hubungan itu meliputi:
a.
Penerimaan terhadap klien
Konselor menerima klien
secara terbuka, apa adanya, ramah dan lembut, sehingga klien merasa diterima
dalam suasana senyaman mungkin. Penampilan mimik, bahasa verbal (Konselor
memberi atau mejawab salam, menyebut nama klien, mempersilahkan duduk, dll) dan
non-verbal (Konselor segera membuka pintu ruang konseling, jabat tangan, senyum
dengan ceria, mendampingi/mengiringi klien saat menuju tempat duduk,
menempatkan klien pada tempat duduk yang lebih baik, duduk sesudah kliennya
duduk, dll) yang mengajak dan bersahabat yang menciptakan suasana kondusif
tanpa praduga dan tanpa penilaian, akan membuat klien merasa aman dan nyaman,
merasa diterima serta merasa kondisi dan kepentingan dirinya terakomodasi.
Teknik yang digunakan dalam awal penerimaan ini menggunakan teknik Opening,
yaitu keterampilan/teknik untuk membuka/memulai komunikasi/hubungan konseling:
menyambut kehadiran klien, membicarakan topik netral (bersifat umum dan tidak
menyinggung perasaan klienumpama kejadian-kejadian hangat di lingkungan klien,
hobi klien, bahan-bahan atau gambar-gambar yang ada di ruang konseling, potensi
lingkungan asal klien, dll), dan memindahkan pembicaraan topik netral ke dalam
permulaan konseling dengan menggunakan kalimat “jembatan”, misalnya:
“Setelah kita
membicarakan…………(isi topik netral), barangkali ada sesuatu hal yang perlu kita
bicarakan bersama dalam pertemuan ini”.
b. Posisi duduk
Pembicaraan atau interaksi
antara konselor dan klien bersifat formal sehingga posisi duduk perlu diatur
secara formal. Duduk dengan badan menghadap kepada klien
c.
Penstrukturan
Penstrukturan diperlukan
untuk membawa klien memasuki arena layanan konseling perorangan untuk
pengembangan dirinya. Penstrukturan dibangun menggunakan rumus 5W+1H (apa,
mengapa, siapa, kapan, dimana, bagaimana)
d.
Teknik layanan
Untuk mengembangkan proses
konseling individu yang efektif, konelor harus mengembangkan berbagai teknik
konseling. Teknik-teknik tersebut meliputi:
Kontak mata, kontak
psikologis, ajakan untuk berbicara, tiga M (mendengan dengan ceramat, mamahami
secara tepat, merespon secara tepat dan positif), keruntutan, pertanyaan
terbuka, dorongan minimal, refleksi (isi dan perasaan), penafsiran,
konfrontasi, ajakan untuk memikirkan sesuatu yang lain, perumusan tujuan“
Apa yang anda inginkan?”, desentisisasi (mengurangi rasa sensitif) dan
sensitisasi (menguatkan rasa sensitif), kursi kosong, permainan peran, kontrak,
penilaian, pelaporan, dsb. contoh Formula respons terhadap perasaan adalah :“Anda
merasa ………………………………………….. “, Contoh :
Klien : “Sejak ibu
dan bapakku meninggal, saya seperti sebatang kara ………….. ”
Konselor : “Anda
merasa kehilangan”
PenyimpulanFormulanya :
“Anda merasa
…………karena Anda tidak dapat ………… padahal Anda ingin untuk …………,
e.
Volume bicara
Dalam dialog verbal
konselor tidak boleh mendominasi pembicaraan sehingga klien menjadi hanya
sekedar pendengar. Klien harus didorong untuk mampu memahami, merasakan,
memikirkan, mengukur wawasan dan sikap, mensinergikan berbagai hal dalam
dirinya apa-apa yang menjadi konten pembicaraan
Klien benar-benar aktif
dan konselor merangsang, mendorong dan membangun kondisi bebas dan kondusif bagi
aktivitas klien.
f.
Pentahapan
Secara umum, proses
layanan konseling individu dapat dipilah dalam lima tahap, yaitu: (1)
pengantaran, (2) penjajagan, (3) penafsiran, (4) pembinaan, (5) penilaian.
g.
Penilaian.
Penilaian dalam layanan
konseling individu terdiri dari:
1) penilaian segera
(laiseg)
2) penilaian jangka pendek
(laijapen)
3)
penilaian jangka panjang (laijapang)
Fokus penilaian diarahkan
kepada diperolehnya informasi dan pemahaman baru (U-understanding),
dicapainya keringanan beban perasaan (C-confort), dan direncanakannya
kegiatan pasca konseling individu dalam rangka perwujudan upaya pengentasan
masalah klien (A-action). Penilaian UCA dilaksnakan pada tahap laiseg,
sedangkan laijapen dan laijapang difokuskan kepada kenyataan tentang terentaskannyamasalah
klien secara menyeluruh.
5.
Operasionalisasi Layanan Konseling
Dalam melakukan kegiatan
konseling, ada tahapan-tahapan pelaksanaan yang dilakukan agar konseling
menjadi efektif dan efisien. Tahapan yang dilakukan dalam melakukan konseling
tersebut, yaitu: 46
a. Tahapan Pengantaran
Pengantaran yaitu
keterampilan/teknik untuk membuka/memulai komunikasi/ hubungan konseling,
seperti: menyambut kehadiran klien, membicarakan topik netral, dan memindahkan
pembicaraan topik netral ke dalam permulaan konseling.
Menyambut klien meliputi
bahasa verbal seperti: Konselor memberi atau mejawab salam, menyebut nama
klien, mempersilahkan duduk, dl. Dan bahasa non verbal seperti: Konselor segera
membuka pintu ruang konseling, jabat tangan, senyum dengan ceria,
mendampingi/mengiringi klien saat menuju tempat duduk, menempatkan klien pada
tempat duduk yang lebih baik, duduk sesudah kliennya duduk, dll.
Pembicaraan topik netral
yaitu pembicaraan yang bersifat umum dan tidak menyinggung perasaan klien
(kejadian-kejadian hangat di lingkungan klien, hobi klien, bahan-bahan atau
gambar-gambar yang ada di ruang konseling, potensi lingkungan asal klien, dll).
Pemindahan topik netral ke
permulaan konseling dengan menggunakan kalimat “jembatan”, misalnya: “Setelah
kita membicarakan ………… (isi topik netral), barangkali ada sesuatu hal yang
perlu kita bicarakan bersama dalam pertemuan ini”
Dalam pengantaran
dilakukan kegiatan penstrukturan yaitu salah satu bentuk teknik konseling dalam
rangka untuk memberikan penjelasan kepada klien tentang pengertian konseling, bagaimana
konseling itu dilaksanakan, kemana konseling itu diarahkan, asas-asas pokok
dalam konseling, serta bagaimana peran konseor dan klien dalam pelaksanaan
proses konseling.
b. Penjajagan
Proses penjajagan
diibaratkan sebagai membuka dan memasuki yang bersangkut paut dengan
perkembangan dan permasalahan klien. Sasaran penjajagan adalah ha-hal yang
dikemukakan klien dan hal-hal lain yang perlu dipahami tentang diri klien.
Sasaran penjajagan adalah berbagai hal yang selama ini terpendam,
tersalahartikan dan/ataupun terhambat pengembangannya pada diri klien seperti
perasaan amannya, tentang kompetensinya, aspirasinya, semangatnya, dan cara
pemanfaatan kesempatannya
c.
Penafsiran
Apa yang terungkap melalui
penjajagan merupakan berbagai hal yang perlu diartikan, diketahui secara tepat
dan diberikan tanggapan secara positif, dinamis dan tepat pula. Langkah
diagnosis dan prognosis dapat memberikan manfaat yang berarti.
d.
Pembinaan
Pembinaan yaitu bentuk
upaya pengentasan masalah dan pengembangan diri klien dalam rangka memandirikan
dan membahagiakan klien dan lingkungannya secara produktif dengan berbagai
teknik, teori dan pendekatan konseling.
e.
Penilaian
Penilaian konseling
perorangan dilaksanakan tiga jenis penilaian, yaitu:
1) Penilaian segera (Laiseg)
2) Penilaian jangka pendek
(Laijapen)
3)
Penilaian jangka panjang (Laijapang)
Penilaian segera
dilaksanakan pada setiap akhir sesi layanan, sedang penilaian jangka pendek
dilakukan setelah klien berada pada masa pasca layanan selama satu minggu sampai
satu bulan, dan penilaian jangka panjang setelah beberapa bulan. Focus
penilaian diarahkan kepada apa yang ingin klien lakukan (A=Acuan), Kompetensi
apa yang ingin dikuasai (K=Kompetensi), bagaimana usaha itu dilakukan
sehari-hari (U=Usaha), bagaimana rasanya (R=Rasa), dan bagaimana kesungguhannya
(S) melalui pola BMB3.
Dalam penilaian laiseg kliean diminta mengungkapkan
apa pikirannya, perasaannya, sikapnya, yang akan dilakukannya, dan tanggung
jawabnya berkenaan dengan pengentasan masalahnya itu setelah klien menjalani
proses konsseling perorangan dengan konselor. Selanjutnya, dalan laijapen dan
laijapang perlu dinilai dengan cermat UCA pada diri klien dan hasilnya
digunakan sebagai pertimbangan dalam upaya tindak lanjut.
6. Tindak lanjut dan laporan
Melalui penilaian proses dan hasil, konselor
menetapkan jenis dan arah tindak lanjut, dan mengkomunikasikannya kepada pihak
terkait, yaitu klien (jika diperlukan), pihak ketiga dengan tetap menjaga azas
kerahasiaan.
C. Menyusun Rencana,
Melaksanakan Praktik, Menilai Proses dan Hasil Konseling Perorangan
1. Menyusun Rencana
Konseling Perorangan
Dalam praktik konseling, tahap analisis, sintesis, dan
diagnosis dapat dilakukan konselor sendiri sebelum konseling berlangsung.
Berdasar pada data yang ada, konselor dapat menyimpulkan bahwa seorang peserta
didik tertentu mengalami masalah dan perlu dibantu melalui konseling. Oleh
karena itu, lakukan kegiatan-kegiatan sebagai berikut.
a. Temukan
peserta didik yang membutuhkan konseling
b. Tuliskan
potret peserta didik yang bersangkutan dengan jalan mengemukakan data yang
tersedia dari latihan asesmen sebelumnya, untuk menemukan masalah dan potensi
yang bisa digunakan untuk membantunya. Jadi dalam hal ini secara berturut-turut
Saudara akan menuliskan hasil analisis, sintesis, dan diagnosis.
c. Atas dasar
temuan tugas 2, kemukakan prakiraan alternatif penyelesaian masalahnya berdasar
beberapa strategi yang telah Saudara kuasai.
d.
Susun rencana pelaksanaan layanan sesuai data yang ditemukan pada poin b.
(Lampiran 4.4A)
2. Melaksanakan Konseling
Perorangan
a. Satuan Layanan
Konseling Perorangan yang telah Saudara susun di muka, laksanakan praktik
tersupervisi secara bergantian dalam kelompok kecil (3 orang) ada yang
bertindak sebagai konselor, klien, dan pengamat. Pengamat praktik menggunakan
format peer assesment (Lampiran Format 4.4C) untuk refleksi
praktik konseling kelompok Saudara. Agar praktik lebih natural gunakan
permasalahan pribadi masing-masing.
b. Bagi fasilitator gunakan
lembar (lampiran 4.4b ) untuk menilai konselor yang sedang praktik.
c. Diskusikan hasil
praktik konseling Saudara.
3. Menilai dan Tindak Lanjut Peminatan peserta Didik dalam Praktik
Konseling Perorangan
Makna penilaian dalam
latihan praktik konseling perorangan ini lebih bersifat evaluasi diri untuk
perbaikan pada praktik-praktik selanjutnya. Oleh karena itu, padukan hasil
pengamatan kolega dengan Jurnal Refleksi Diri saudara. Setelah praktik, segera
isikan format Jurnal Refleksi Diri agar pengalaman-pengalaman praktik baik yang
tepat maupun yang salah segera dapat terekam dan dicarikan solusinya.
D.
Rangkuman
Praktik konseling
perorangan merupakan layanan yang diselenggarakan oleh seorang guru Bimbingan
dan Konseling (konselor) terhadap seorang klien (dibaca: siswa) dalam rangka
pengentasan masalah pribadi klien. Dalam suasana tatap muka dilaksanakan
interaksi langsung antara klien dan konselor, membahas berbagai hal tentang
masalah yang dialami klien. Pembahasan tersebut bersifat mendalam menyentuh
hal-hal penting tentang diri klien (bahkan sangat penting yang boleh jadi
menyangkut rahasia pribadi klien) bersifat meluas meliputi berbagai sisi yang
menyangkut permasalahan klien, namun juga bersifat spesifik menuju kearah
pengentasan masalah.
Tujuan layanan konseling
perorangan dalam peminatan adalah terentaskannya masalah yang dialami klien.
Fungsi utama layanan konseling perorangan yang sangat dominan adalah fungsi
pengentasan.
Proses menemukan masalah yang
membutuhkan konseling terdiri dri perencanaan, proses konseling,
operasionalisasi layanan konseling.
Komentar
Posting Komentar